MENGENANG PATER ADRIAAN MOMMERSTEEG, SVD
SALAH SEORANG PASTOR SAHABAT SOEKARNO DAHULU
Pater Mom, demikian sapaan akrabnya, berpulang pada tanggal 17 Mei 2002, tepat 19 tahun lalu, pada usia 92 tahun, di So’a, Kabupaten Ngada/Flores. Antara tahun 1934 hingga 1938, ketika Soekarno Sang Pejuang itu berada di Ende tempat pengasingannya, Pater Mom tiba dari Belanda sebagai seorang imam muda, misionaris, dan menjadi penghuni sementara Biara Santu Yosef (BSY) sebagai persiapan sebelum bertugas sambil menunggu penempatan.
Itulah tempat sekaligus kesempatan perjumpaan rutin antara keduanya, direkat oleh kefasihan berbahasa Belanda seorang Soekarno dan kebutuhan belajar bahasa Indonesia (Melayu) di pihak Pater Mom.
Bagi saya, Pater Mom adalah salah seorang saksi hidup sekaligus saksi langsung kehadiran Soekarno di BSY Ende, tak hanya sebagai tamu rutin yang selalu mampir ke perpustakaan dan ruang baca, tapi lebih dari itu sebagai sahabat akrab para penghuni biara. Kisah kesaksian yang terekam selama suatu rentang waktu pada paruh kedua dekade 1980-an, ketika Pater Mom melewatkan waktu untuk istirahat di BSY setelah sembuh dari sakitnya.
Di pendopo BSY yang sekarang menjadi situs sejarah ‘Serambi Soekarno’ dan terletak langsung di depan kamar tinggal saya, kami sering melewatkan kesempatan bersama pada waktu istirahat santai sore hari. Itulah saat-saat nostalgia ketika Pater Mom mengangkat kembali kisah kenangannya bersama Soekarno, antara lain tentang kebersamaan mereka di pendopo BSY itu dahulu. Menyambut Soekarno, berbincang-bincang, bertukar pikiran, berbagi kesan tentang pentas tonilnya di Gedung Immaculata yang terletak dekat rumah biara, dan tidak jarang bergurau gembira juga. Soekarno, menurut Pater Mom, sudah seperti orang dalam.
Sudah saya duga pula suasananya karena Pater Mom yang diinformasikan sebagai sosok yang berkarakter tegas dan keras dalam soal prinsip itu sering melontarkan lelucon dan guyonan yang menyegarkan, dan tak jarang secara jenaka mengusili saya juga demi menciptakan suasana gembira. Maka, bersama Soekarno sahabatnya dahulu itu pasti tak jarang terlontar gurauan dalam percakapan, dan tentu dalam bahasa Belanda juga karena menurut Pater Mom Soekarno sangat fasih berbahasa Belanda.
Lalu, apa kesan utama tentang Soekarno yang tertanam kuat dalam dirinya? Sosok intelektual yang sangat cerdas dan komunikatif, kawan bicara yang hangat, yang sejak awal perkenalan telah membangkitkan kekaguman dalam dirinya. Berbagai ide dan buah pikiran yang dilontarkan Soekarno pun telah membuatnya menaruh simpati pada haluan perjuangan Soekarno bagi kemerdekaan Indonesia, sambil tak mengabaikan pertanyaan dan tanggapan kritis saat bertukar pikiran.
Namun ada hal menarik yang dikisahkannya kembali sambil memancing dan mengamati reaksi saya. Beberapa kali terjadi bahwa Pater Mom, sang misionaris muda itu, mendapat teguran dan peringatan dari pater pemimpin komunitas BSY karena siang hari sering terlambat hadir di ruang makan yang biasanya didahului oleh ibadat doa bersama di kapel.
Dalam kisah kilas baliknya itu Pater Mom mengakui, sambil melirik ke arah saya dalam mimik humor, bahwa memang dia larut dalam keasyikan berbincang-bincang dengan Soekarno di pendopo biara dengan panorama indah ke lepas pantai Ende itu. Spontan saya tersenyum, dan tampaknya itulah reaksi penuh pengertian yang dinantikannya dari saya, karena dia sendiri pun ikut tersenyum juga …
Berbagai kisah kenangannya yang lain tentang Soekarno mirip pula dengan kisah kenangan dua pater lainnya yang bagi saya merupakan saksi hidup sekaligus saksi langsung juga, yang pernah saya ceritakan pula sejauh ini. Namun, sentilan khusus Pater Mom saat itu tentang kamar tempat tinggal saya yang menurutnya dahulu merupakan kantor para pemimpin serikat biarawan misionaris SVD Regio Ende tidak terasa sebagai sesuatu yang istimewa dan tidak terlampau memancing perhatian saya. Kecuali bahwa kamar itu merupakan tempat di mana Soekarno dulu kerap mampir ketika Pater Dr. Joannes Bouma, SVD menjabat tugas sebagai Regional.
Sebabnya tak lain karena kamar tersebut memang sudah lama diketahui menjadi ruang kantor dari beberapa figur pemimpin SVD Ende berturut-turut sebelum akhirnya berpindah ke lokasinya yang sekarang, yaitu lokasi kantor pusat Provinsi SVD Ende, yang terletak di ujung lain dari kompleks BSY. Perpindahan yang saya saksikan sepenuhnya sebelum saya sendiri ganti mengisi kamar tersebut sebagai penghuninya yang baru.
Jejak sejarah kamar tersebut mulai lebih disadari sejak SVD Ende sendiri mulai merasa perlu untuk menghadirkan kembali fakta sejarah hubungan SVD dan Soekarno dalam wujud situs permanen di rumah BSY yang diketahui dan dapat disaksikan pula oleh masyarakat umum.
Suatu kebetulan yang menarik pula, kamar tersebut sempat digunakan sebagai salah satu lokasi shooting film dokumenter ‘Ketika Bung di Ende’ pada tahun 2013, terutama karena itulah kamar kosong yang tak berpenghuni saat itu, dan karena itu dapat digunakan, yaitu pada saat pemilik kamar sekaligus penghuninya (yang sedang bertutur ini) berada dan bertugas di Jepang (2000 – 2017).
Keberadaan ‘Serambi Soekarno’ saat ini, tepat di pendopo tua BSY dahulu dan berdampingan pula dengan bekas ruangan kantor tersebut, ibarat gayung bersambut dengan kisah kenangan Pater Mom.
Pater Mom telah meninggalkan kisah kenangan tentang persahabatannya dengan Soekarno Sang Pejuang yang dikaguminya itu melalui tuturannya yang sangat menarik dan mengesankan. Karena itulah ‘Serambi Soekarno’ di rumah BSY saat ini merupakan situs sejarah yang juga menghadirkan kembali kenangan indah akan Pater Mom, sebagaimana untuk para penghuni tetap BSY dahulu, para Sahabat Soekarno ketika itu.
“Pater Mom, beristirahatlah dalam damai.”
Ende, 17 Mei 2021
‘Serambi Soekarno’
HENRI DAROS
*****
Catatan:
Untuk melihat foto Pater Mom, silakan mampir
ke akun Henri Daros Facebook tertanggal
17 Mei 2021 karena kesulitan menampilkan
foto pada halaman Henri Daros Blog ini.
—————————————————–