[ ADVENT IS COMING, A SEASON OF WAITING FOR CHRISTMAS ]
*********
**********
henri daros
[ ADVENT IS COMING, A SEASON OF WAITING FOR CHRISTMAS ]
*********
**********
henri daros
[ Kinro Kansha No Hi – November 23 – Labor Thanksgiving Day ]
Sejak tahun 1948 hari ini merupakan hari libur nasional. Hari ungkapan syukur khusus untuk semua jenis pekerjaan yang dijalankan, hasil kerja yang diperoleh, dan buat siapa pun yang telah menjalankan pekerjaannya dengan rajin, tekun dan bertanggung jawab, serta membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Namun tradisi perayaan syukur itu sendiri sesungguhnya sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum penetapannya sebagai hari libur umum, yang ditandai oleh pelbagai festival alias perayaan tradisional yang berlangsung secara merata di seluruh Jepang, seiring musim. Saat ini, menjelang akhir November, adalah Musim Gugur, ditandai oleh festival syukur atas hasil panen, yang bahkan sudah berlangsung sejak akhir Oktober.
Festival paling tua, yang sudah berlangsung berabad-abad dan sekaligus menjadi ritual utama pada kesempatan ini ialah ‘Niinamesai’, Festival Panen, di mana Kaisar sendirilah yang memimpin upacara syukur atas anugerah panen tahunan yang dinikmati oleh seluruh warga negeri.
Syukur, tahu bersyukur, tak sungkan menyatakan syukur, menyempatkan diri untuk bersyukur, menghargai semuanya dengan syukur, menjadikan pekerjaan itu sendiri sebagai suatu perwujudan syukur. Sedangkan kebiasaan merayakan syukur, ya, budaya bersyukur, tentu merupakan energi positif untuk kehidupan, dengan dampak yang positif pula.
Itukah antara lain yang terjadi pada bangsa dan masyarakat yang satu ini sehingga taraf kesejahteraan dan mutu kehidupannya tampak seperti sekarang? Boleh jadi demikian.
O ya, Kampus Nanzan, tempat tugas saya, mengisi hari libur umum ini dalam wujud ungkapan syukur yang khas … yaitu dengan tetap menjalankan kegiatan rutinnya seperti biasa. Tak tanggung-tanggung, kegiatan kuliah digenjot terus sepanjang hari, sepenuh hati.
henri daros
NIC EVENT INFORMATION
[ FOR JAPAN JAMBOREE ]
The For Japan Charity Event Series is hosting a yoga/bodywork and music event in Tsurumai Park. Come out and enjoy different yoga classes, a yoga performance, massage, and world music, with all proceeds going to the Red Cross fund for the victims of the March 11 Earthquake- Tsunami disaster in Tohoku.
Enjoy a day in the park, doing something good for your body and for those still suffering after the Tsunami Disaster.
******************************
[ NAGOGA WALK 2011 ]
– Autumn Walk in Nagoya (Motoyama & Yagoto) –
Discover something old & something new
Join Nagoya International Center walking guide volunteers on a walk 3.5 km course from Motoyama to Yagoto Station. The tour is led by volunteers and interpreters in English, Portuguese, Spanish and Chinese are available.
Enjoy nice autumn weather and explore historic temples and shrines like Toganji, Saikoin, and Koshoji, This area also boasts some of the prestigious universities in Japan and the tour will drop by Nagoya University to learn about the Nobel-winning achievements by university alumni.
******************************
[ THE RAGÚS SHOW ]
ザ・アイリッシュダンス
The Ragús Show returns to Japan after their sell-out 2009 tour. The Gaelic word Ragus (pronounced rah-goose) means ‘urge’ or ‘desire’. Ragus is a show of live, fast moving, traditional Irish music, song and dance. Evocative of times past, audiences feel the pulse of a rich and vibrant musical heritage and come away with a truly enjoyable and unique cultural experience. The essential Irish experience.
(NIC Event Information)
henri daros
[ Shichi-Go-San Matsuri / Seven-Five-Three Festival ]
Bermula dari keprihatinan. Pada suatu ketika dahulu, konon timbul kecemasan umum di kalangan para orangtua di wilayah pedesaan Jepang soal banyaknya anak-anak yang meninggal dunia pada usia yang terlampau dini.
Muncul suatu tekad dan upaya bersama untuk melindungi anak-anak dari segala macam bahaya, atas cara apapun. Tumbuh suatu kesadaran baru akan tanggung jawab yang lebih besar sebagai orangtua.
Perasaan cemas yang diikuti oleh upaya bersama di kalangan masyarakat umum ini ditanggapi oleh kalangan penguasa dan golongan samurai yang kemudian menciptakan suatu momentum khusus untuk mengingatkan perlunya perhatian istimewa terhadap anak-anak, dan menjadikan momentum itu sebagai ritual keluarga dan ritual umum masyarakat.
Maka lahirlah tradisi budaya dan keagamaan khas Jepang sebagaimana yang bisa disaksikan saat ini. Ungkapan kasih-sayang kepada anak lantas dikokohkan … dan dikukuhkan.
Konon sejak Periode Edo atau Periode Tokugawa tahun 1600-an, yang berlanjut ke Periode Meiji sejak 1800-an, hingga saat ini, tradisi ini tidak banyak berubah. Dan, tentu saja, anak-anak tetap menjadi pusat perhatian.
Sesungguhnya ada beberapa tradisi perayaan atau festival lainnya lagi yang berpusatkan pada anak-anak, bahkan menjadi hari libur nasional. Ingat KODOMO-NO-HI pada musim semi misalnya.
Namun festival ‘Shichi-Go-San’ ini sangat khas karena hanya untuk anak perempuan berusia 7 dan 3 tahun, dan anak laki-laki berusia 5 dan 3 tahun. Dari tingkat usia itulah nama festival ini berasal.
Usia 7, 5 dan 3 tahun dipandang sebagai usia rawan, ya rawan penyakit dan rawan aneka bahaya lainnya, dan karena itu anak-anak perlu mendapatkan perhatian khusus, termasuk untuk didoakan perlindungan dan keselamatannya. Ya, angka ganjil, namun konon ada sisi keberuntungannya juga.
Pada hari ini para orangtua atau kakek-nenek menghantarkan anak atau cucu mereka yang berusia sekian, yaitu tujuh, lima atau tiga tahun ke kuil-kuil lokal. Semua anak mengenakan pakaian tradisional anak-anak khas Jepang.
Sehabis menjalankan ritual khusus di sana setiap anak akan memperoleh kado ‘chitose-ame’, atau ‘manisan-seribu-tahun’, yaitu manisan simbol keberuntungan, kesehatan dan umur panjang.
‘Shichi-go-san Matsuri’ bukanlah hari libur nasional seperti festival hari anak-anak lainnya, dan karena itulah kunjungan keluarga ke kuil-kuil lokal sudah berlangsung sejak awal bulan November pada hari-hari akhir pekan.
Kuil Shinto ‘Atsuta Jinggu’ di Nagoya kata orang merupakan kuil yang paling ramai dikunjungi di antara semua kuil di seantero Jepang pada kesempatan ‘Festival Anak Usia 7-5-3’ ini.
Menyaksikan bagaimana anak-anak sendiri memainkan peran aktif sebagai ‘aktor dan aktris festival’ mendorong siapa pun untuk berpikir sejenak dan sampai pada kesimpulan mengapa tradisi ini, bersama makna dan pesannya, terus terwaris dan terawat dengan baik selama berabad-abad.
Apalagi dalam kehangatan kasih orangtua dan keluarga, sebagaimana tampak dan terasa dalam atmosfer perayaannya dewasa ini.
Tetap dinikmati kebahagiaannya, tetap dipetik pula hikmahnya.
Lestari, tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.
NAGOYA, 15 NOVEMBER 2011
Henri Daros